MAKALAH
NEO BEHAVIORISME
Diajukan untuk
Memenuhi tugas individu
Padamata kuliah Pengembangan materi Ajar
Dan kurikulum PAI
Dosen
pengampu:
1. Dr.Hunainah.M.Pd
2. Prof.Dr. Ilzamudin ma,mur, M.A
Disusun Oleh :
APIP PUDIN
NIM:1440101201
PROGRAM PASCA SARJANA
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
IAIN SULTAN MAULANA HASANUDIN BANTEN
TAHUN
2015/1436.H
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Neobehaviorisme muncul sebagai teori
revisi yang telah dicetuskan ahli psikologi pendidikan yang ada pada masa abad
ke-19 yakni ilmuwan itu bernamaWatson, dan Skinner. Dan teori pembelajaran yang
telah dicetuskan adalah teori behaviorisme,
teori ini lebih cenderung pada proses belajar yang didasarkan pada tingkah laku
seorang siswa.
Sedangkan teori yang telah
ditawarkan oleh Robert Gagne yang baru ini (revisi atau penguat dari teori
sebelumnya), lebih membidik pada hasil dari tingkah laku seorang siswa setelah
melakukan proses belajar yang tentunya melalui S-R (Stimulus dan Respon)nya
siswa tersebut dalam menghasilkan output yang diharapkan mampu mencapai
perkembangan setelah melewati proses tersebut.[1]
Dalam makalah ini akan dibahas teori
Neobehaviorisme, prinsip-prinsip dan
hubungannya dengan hakikat belajar serta pengaruh dalam proses belajar. Apabila ada kesalahan dalam
penulisan maupun isi dari makalah ini,
penulis mohon maf yang sebesar-besarnya.
B. Rumusan Masalah
·
Apa yang
dimaksud dengan teori Neobehaviorisme?
·
Bagaimana
fase fase belajar teori Neobihaviorisme?
·
Tipe
belajar apa saja yang terdapat pada teori Neobehaviorisme?
· Sifat atau Ciri-ciri Neobehaviorisme sebagai Hasil
Belajar?
C. Tujuan
·
Untuk
mengetahui Neobehaviorisme
·
Untuk mengetahui
fase fase belajar Neobehaviorisme
·
Untuk mengetahui
tipe tipe belajar Neobehaviorisme
·
Untuk
mengetahui ciri-ciri Neobehaviorisme sebagai hasil belajar
BAB II
PEMBAHASAN
A. Neobehaviorisme
Robert M. Gagne, (21 Agustus 1916 s.d 28 April 2002), Gagne
lahir di Andover Utara, Massachusetts seorang profesor dan ahli
psikologi yang telah banyak membuat penyelidikan mengenai fase dalam rangkaian pembelajaran dan jenis pembelajaran.[2]
Gagne disebut
sebagai Modern Neobehaviouris mendorong guru untuk merencanakan instruksioanal
pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi. Keterampilan
paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam
hierarki Keterampilan intelektual.
Guru harus
mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang
paling sederhana dilanjutnkan pada yang lebih kompleks (belajar SR, rangkaian
SR, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe belajar
yang lebih tinggi (belajar aturan dan pemecahan masalah). Prakteknya gaya
belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus respon.
Teori belajar yang dikemukakan Robert M. Gagne merupakan
perpaduan yang seimbang antara behaviorisme dan kognitivisme, yang berpangkal pada teori pemprosesan
informasi. Gagne menggunakan matematika sebagai medium untuk menguji dan
mengembangkan teori belajarnya. Menurutnya, kunci bagi pengembangan teori
belajar yang bersifat menyeluruh adalah mengenai faktor-faktor yang memperjelas
sifat yang rumit dari proses belajar seseorang. Ahli-ahli teori yang lain
biasanya mulai dengan memberikan penjelasan khusus mengenai proses belajar dan
kemudian berusaha mengenakan proses tersebut pada belajar yang dilakukan orang.
Kebalikannya, Gagne mulai dengan melakukan kupasan atas berbagai performasi dan
keterampilan yang dilakukan orang dan kemudian memberikan penjelasan atas
adanya keragaman ini.
Menurut gagne (1975), belajar merupakan
sesuatu yang terjadi dalam benak seseorang, di dalam otaknya. Belajar disebut
suatu proses karena secara formal ia dapat dibandingkan dengan proses-proses
organik manusia lainnya, seperti pencernaan dan pernapasan. Namun belajar
merupakan proses yang rumit dan kompleks. Belajar terjadi ketika seseorang
merespon dan menerima rangsangan dari lingkungan eksternalnya. Belajar
merupakan proses yang memungkinkan manusia memodifikasi tingkah lakunya secara
permanen, sedemikian hingga modifikasi yang sama tidak akan terjadi lagi pada situasi baru. Pengamat akan
mengetahui tentang terjadinya proses belajar pada orang yang diamati bila
pengamat itu memperhatikan terjadinya perubahan tingkah laku. Kematangan
menurut Gagne, bukanlah hasil belajar, sebab perubahan tingkah laku yang
terjadi, dihasilkan dari pertumbuhan struktur dan diri manusia itu. Dengan
demikian belajar terjadi bila individu merespon terhadap stimulus yang
datangnya dari luar, sedangkan kematangan datangnya memang dari dalam diri
orang itu. Perubahan tingkah laku yang tetap sebagai hasil belajar harus
terjadi bila orang tersebut berinteraksi dengan lingkungan.[3]
Komponen- komponen dalam proses belajar
menurut Gagne dapat digambarkan sebagai SR. S adalah situasi yang memberi stimulus,
R adalah respons atas stimulus itu, dan garis di antaranya
adalah hubungan di antara stimulus dan respon yang terjadi dalam diri seseorang
yang tidak dapat kita amati, yang bertalian dengan sistem alat saraf di mana
terjadi transformasi perangsang yang diterima melalui alat dria. Stimulus ini
merupakan input yang berada di luar individu dan respon
adalah outputnya, yang juga berada di luar individu sebagai hasil
belajar yang dapat diamati.
B. Fase-fase Belajar
Robert M. Gagne (dalam Margaret)
menerapkan konsep pengolahan (proses) kognitif dalam kupasannya terhadap hal
belajar. Ia menemukan delapan tahapan pengolahan yang esensial bagi belajar dan
harus dilaksanakan secara berurutan. Kedelapan tahapan itu disebut fase
belajar.
a.
Fase
mengarahkan perhatian (attending phase)
Pada fase ini
akan menjadikan siswa peka/sadar akan adanya stimulus yang muncul dari situasi
belajar. Siswa dapat melihat stimulus-stimulus tersebut dan
sifat-sifatnya. Apa yang dilihat siswa, akan diberi kode secara unik oleh
setiap siswa dan akan dicatat dalam pikirannya. Hal ini biasa terjadi dalam
proses belajar mengajar. Bila guru memberikan pelajaran (stimulus), mungkin
guru melihat isi pelajaran berbeda dengan yang dilihat siswa, dan setiap siswa
mungkin saja berbeda persepsinya satu dengan yang lainnya.
b. Fase pengharapan (expectancy
phase)
Pada fase ini
membawa siswa tahu tujuan belajar. Misalnya siswa menetapkan bahwa ia akan memperoleh
suatu keterampilan motorik, defenisi baru, atau belajar memecahkan suatu
masalah. Orientasi tujuan yang sudah terbentuk pada tahap ini membuat siswa
bisa memilih hasil apa yang sesuai pada tiap fase berikutnya dalam pengolahan
informasi.
c.
Fase
perolehan (Acquisition phase)
Ini merupakan
fase mendapatkan fakta, keterampilan, konsep atau prinsip yang dipelajari.
Pemilikan pengetahuan dapat ditentukan dengan mengamati atau mengukur apa yang telah
dimilikinya itu. Hal ini perlu dilakukan di dalam proses belajar mengajar agar
su
paya guru dapat
mengetahui apa yang telah dimiliki dan apa yang belum dimiliki.
d. Fase retensi (Retention phase)
Dalam fase ini
kemampuan baru yang telah diperoleh dipertahankan atau diingat. Sarana
menyimpan bagi manusia adalah ingatan (memory). Penelitian
mengindikasikan bahwa terdapat dua tipe memori, yaitu memori jangka pendek (short
term memory) dan memori jangka panjang (long term memory). Memori
jangka pendek mempunyai kapasitas terbatas dan hanya bertahan dalam waktu
singkat. Banyak orang dapat menahan (menyimpan) tujuh atau delapan informasi
berbeda dalam memori selama tiga puluh detik. Memori jangka panjang adalah
kemampuan kita mengingat informasi selama lebih dari tiga puluh detik, dan ini
disimpan dalam pikiran secara permanen.
Gagne
mendeskripsikan beberapa ciri yang mungkin dimiliki fase ini, sebagai berikut.
1) Apa yang telah
dipelajari mungkin tersimpan di dalam suatu bentuk yang permanen, tetap intens
selama bertahun-tahun, seperti tersimpan dalam suatu pita megnetik ajaib.
2) Beberapa hal
yang dipelajari mungkin memudar sedikit demi sedikit sejalan dengan berlalunya
waktu.
3) Gudang ingatan
mungkin mengalami pencampuradukan dalam arti ingatan yang baru mengaburkan (
atau mungkin menghapus) yang terlebih dulu karena mereka bercampur baur.
e.
Fase memanggil
kembali (Retrieval phase)
Yaitu kemampuan
memanggil ke luar (call out) informasi yang telah dimiliki dan disimpan
dalam memori. Proses memanggil kembali informasi ini adalah sangat tidak teliti
(imprecise), tidak teratur (disorganized), dan malahan penuh
rahasia (mystical). Kadang-kadang informasi yang diinginkan, misalnya
“nama”, tidak dapat dipanggil keluar dari memori atas permintaan seseorang,
tetapi kemudian mungkin saja ke luar pada saat orang itu memikirkan sesuatu
yang tidak ada kaitan dengan “nama” tadi. Ada informasi yang tersimpan dalam
pikiran (memori) begitu dalamnya, sehingga diperlukan teknik khusus, misalnya
dengan rangsangan elektrik untuk mengeluarkannya.
f.
Fase
generalisasi (Generalization phase)
Tujuan belajar bukanlah sekedar
untuk menambah pengetahuan atau mengubah kelakuan, akan tetapi agar apa yang
dipelajari itu dapat digunakan dalam berbagai situasi lain, sehingga mantap dan
dapat terus digunakan. Menggunakan apa yang dipelajari dalam
situasi-situasi yang baru yang belum pernah dihadapi sebelumnya disebut
transfer. Menurut Gagne, konteks yang bervariasi untuk belajar merupakan suatu
hal yang esensial yang dapat menjamin terjadinya transfer dalam proses belajar.
Transfer dapat
bersifat horizontal, yakni apa yang dipelajari itu dapat digunakan untuk
situasi-situasi lain yang bersamaan dan setaraf tingkatnya. Misalnya
prinsip-prinsip yang dipelajari dalam matematika dapat digunakan dalam ilmu
bumi, fisika, atau kimia. Di samping itu ada lagi transfer vertikal. Apa
yang dipelajari dapat digunakan untuk mencapai prinsip yang lebih tinggi.
Hierarki dalam tipe belajar menunjukkan perlunya dikuasai tipe belajar yang
lebih rendah agar dapat dipelajari tipe belajar yang lebih tinggi. Tipe belajar
yang lebih rendah menjadi prasyarat untuk tipe belajar pada tingkat yang lebih
tinggi.
g. Fase penampilan (Performance
phase)
Dalam fase ini,
siswa menampilkan tindakan/tingkah laku yang merefleksikan apa yang sudah ia
pelajari. Tingkah laku baru yang ditampilkan sebagai hasil belajar ini, penting
bagi siswa karena akan memberikan kepuasan, dan selanjutnya akan mendorongnya
untuk belajar lebih lanjut. Fase ini memberikan gambaran apakah tujuan belajar
telah tercapai atau belum.
h. Fase umpan balik ( Feedback
phase)
Belajar tidak
dengan sendirinya berhasil baik. Oleh sebab itu pelajar harus mengetahui apakah
jawabannya tepat. Feedback pada manusia merupakan tanda bahwa
jawabannya benar. Di sini pun tak perlu selalu dikatakan bahwa jawabannya itu
benar. Sering anak mengetahuinya dari senyuman, anggukan kepala, pandangan mata
guru atau isyarat lain. Feedback mempertinggi efektivitas dan
efisiensi belajar.
Feedback dapat juga dilakukan oleh
murid sendiri, yakni bila ia dapat atau diberi jalan untuk memeriksa sendiri
benar tidaknya jawabannya. Mengetahui keberhasilan belajar memberi kepuasan
yang mempercepat proses belajar. Siswa yang sanggup men-check kebenaran hasil
belajarnya telah sanggup untuk belajar secara individual dan belajar sepanjang
hidupnya. Tidak ada metode mengajar yang menjamin keberhasilan.
Keberhasilan baru diketahui bila ada penilaian yang dapat menunjukkan
kesalahan dan kekurangan sebagai feedback untuk diperbaiki. Mengabaikan
feedback adalah meniadakan salah satu aspek yang penting dalam proses belajar.
C. Tipe-tipe belajar
Robert M Gagne membedakan delapan
tipe belajar, yang dipusatkan kepada hasil belajar yang diperoleh dan disusun secara hierarkis
dan sistematik dimana tipe belajar yang satu menjadi landasan bagi tipe belajar
yang berikutnya. Delapan tipe belajar tersebut adalah:
1) Signal Learning (Belajar
isyarat)
Signal learning ini mirip dengan
conditioning menurut Pavlov dan timbul setelah sejumlah pengalaman tertentu.
Respon yang timbul bersifat umum, kabur, emosional dan timbulnya refleks dan
tak dapat dikuasai. Contohnya: melihat ular timbul rasa takut, melihat orang
tersenyum timbul rasa senang.
2) Stimulus-respon learning (belajar
stimulus-respon)
Dalam pola belajar ini, dibentuk
hubungan antara suatu perangsang dan suatu reaksi, berdasarkan efek yang
mengikuti pemberian reaksi tertentu. Pola ini hampir sama dengan yang
dikemukakan oleh Skinner.
3) Chaining (Rantai
atau rangkaian)
Rangkaian terjadi jika terbentuk hubungan
antara beberapa S-R oleh sebab yang satu terjadi setelah yang satu lagi, berdasarkan
continuity (pembiasaan)
4) Verbal association
(Assosiasi verbal)
Terbentuknya hubungan antara suatu
perangsang dengan suatu reaksi verbal. Contohnya: jika anak diperlihatkan suatu
bangun geometris, maka dia akan bisa mengatakan ”persegi” atau ”jajar genjang”
karena dia sudah mengenal bentuk bentuk geometris.
5) Discrimination learning (belajar
diskriminasi)
Hasil dari cara belajar ini adalah
kemampuan untuk membeda-bedakan antara objek-objek yang terdapat dalam
lingkungan fisik yang real. Contohnya: siswa dapat mengenal berbagai merk mobil
berdasarkan ciri- cirinya sehingga siswa mampu mendiskriminasikan jenis-jenis
mobil tersebut.
6) Concept learning ( belajar
konsep )
Untuk memahami suatu konsep,
seseorang harus bisa mendiskriminasi untuk membedakan apa yang masuk dan apa
yang tidak masuk dalam konsep itu. Misalnya, orang yang tidak mempunyai
persepsi yang jelas tentang variasi dalam bentuk ukuran, dan warna tanaman,
akan mengalami kesulitan dalam menggolong-golongkan suatu tanaman.
7) Rule learning (belajar
aturan)
Cara belajar ini menghasilkan suatu
kaidah yang terdiri atas penggabungan beberapa konsep. Pengungkapan hubungan
atau relasi tetap di antara konsep-konsep itu, biasanya dituangkan dalam bentuk
suatu kalimat.
8) Problem solving
(pemecahan masalah)
Cara belajar ini menghasilkan suatu
prinsip yang dapat dipergunakan dalam pemecahan suatu problem. Problem yang
dihadapi akan dapat dipecahkan dengan menghubung-hubungkan beberapa kaidah
sedemikian rupa sehingga terbentuk suatu kaidah yang lebih tinggi, yang oleh
Gagne disebut ”higher- order rule” dan kerap dilahirkan sebagai hasil berpikir,
bila orang menghadapi suatu problem untuk dipecahkan. [4]
Sistematika ”delapan tipe belajar”
kemudian diganti oleh Gagne dengan sistematika lain atau yang biasa disebut
dengan Neobehaviorisme, sehingga sistematika terdahulu tidak aktual lagi namun
tetap mempunyai suatu nilai historis, karena di dalamnya terkandung dua
keyakinan yaitu bentuk/jenis belajar berjumlah lebih dari satu dan hasil
belajar yang satu menjadi landasan belajar hasil yang lain.
BAB III
A.
Sifat atau Ciri-ciri Neobehaviorisme
sebagai Hasil Belajar
Sistematika
”lima jenis belajar” dikemukakan oleh Gagne meliputi lima kategori hasil
belajar, yang masing-masing mencakup sejumlah kemampuan internal yang
bercirikan sama dan sekaligus berbeda sifatnya dari kemapuan internal dalam
kategori lain. Kelima kategori hasil belajar yang dikemukakan oleh Gagne adalah
sebagai berikut:
1.
Informasi verbal
2.
Kemahiran intelektual
3.
Pengaturan kegiatan kognitif
4.
Ketrampilan motorik
5.
Sikap[5]
Perlu
diselidiki sampai seberapa jauh terdapat hubungan antara sistematika ”delapan
tipe belajar” dan sistematika ”lima jenis belajar” yang keduanya dikembangkan
oleh Gagne. Dari uraian di atas, jelas bahwa kedua sistematika itu tidak bisa
dilepaskan satu sama lain, meskipun sistematika ”lima jenis belajar” lebih bermanfaat
untuk diterapkan dalam menganalisa
proses belajar mengajar di sekolah, karena dibedakan dengan tegas aspek hasil
dan aspek proses dalam suatu jenis belajar.
B.
Pengaruh Teori Neobehaviorisme
Kalau
dilihat historis dari pada teori Gagne atau neobehaviorisme ini, teori yang
mampu berkembang menjadi aliran psikologi belajar dan berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai
aliran Neobehavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar.
Sebenarnnya
teori ini hampir ada kesamaan dengan teori sebelumnya, namun teori ini lebih
cenderung melihat hasil dari proses belajar mengajar tersebut, tentunya setelah
melalui pengaruh yang telah ada dalam behaviorisme, nah, teori neobehaviorisme
ini hadir sebagai teori yang melihat nilai daripada hanya sebatas tingkah laku.
Karena di balik tingkah laku itu terdapat nilai yang dalam hal ini dikaji oleh
teori Gagne atau neobehaviorisme.
Teori
behaviorisme memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur,
maka peserta didik atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan
yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin
menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak
dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam
penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang
pantas diberi hadiah.
Dari
pernyataan di atas dapat dilihat bahwa teori behaviorisme yang hadirnya sebelum
teori ini (neobehaviorisme) lebih mengutamakan penguasaan material saja tanpa
melihat nilai yang diterapkan di dalamnya. Sedangkan teori nebehaviorisme ini
menbidik nilai penerapan dari tingkah laku peserta didik setelah ia belajar.
Dan inilah merupakan salah satu pengaruh yang terdapat dalam teori
neobehaviorisme ini.
BAB IV
Kesimpulan
Neobehaviorisme muncul sebagai teori
revisi yang telah dicetuskan ahli psikologi pendidikan yang ada pada masa abad
ke-19 yakni ilmuwan itu bernamaWatson, dan Skinner. Dan teori pembelajaran yang
telah dicetuskan adalah teori behaviorisme,
teori ini lebih cenderung pada proses belajar yang didasarkan pada tingkah laku
seorang siswa
Pendekatan
neobehaviorisme ini menekankan pada teori yang melihat hasil dari konsep yang
hanya memandang tingkah laku.” Dan hasil dari tingkah laku tersebut dijadikan
dasar atau tolak ukur atau barometer Sebagai aplikasi dari teori ini, tingkah
laku individu pada dasarnya dikontrol oleh Delapan tipe belajar dan
hasis-hasilnya yang telah disebutkan di atas. Uraian lebih lengkap mengenai
teori ini dapat ditemukan dalam teori tentang belajar, namun yag terpenting
dalam bahasan teori ini adalah aplikasi dalam proses belajar-mengajar.
Fase-fase Belajar menurut Robert M. Gagne
1. Fase mengarahkan perhatian (attending
phase)
2. Fase pengharapan (expectancy
phase)
3. Fase perolehan (Acquisition phase)
4. Fase retensi (Retention phase)
5. Fase memanggil
kembali (Retrieval phase)
6. Fase generalisasi (Generalization
phase)
7. Fase penampilan (Performance
phase)
8. Fase umpan balik ( Feedback
phase)
Seadangkan jenis-jenisnya menurut Gagne
adalah :
1.
Informasi verbal
2.
Kemahiran intelektual
3.
Pengaturan kegiatan kognitif
4.
Ketrampilan motorik
5. Sikap
Daftar
Pustaka.
Syah.
Muhibbin, 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sukmadinata,
2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT Renita Cipta.
http://rahmatsuharjana.blogspot.com
(.di unduh hari senin 6-04 2015.am 10.30
WIB)
www.Neobehaviorisme.blogspot.com ( Diakses
tanggal 24 marat 2015, jam 20.30 wib
John
A.Mills, Control A History of behavioral
Psychology, (New,York and London : New York Univesity Press )
Miarso,
Yusufhadi, Menyemai Benih Teknologi
Pendidikan. Jakarta: Penerbit Prenada Media, 2004.
Suparman,
M. Atwi, Desain lnstruksional.
Jakarta: Penerbitan Universitas Terbuka, 2004.
[1] John
A.Mills, Control A History of behavioral Psychology,
(New,York and London : New York Univesity Press ) hl.83
[4]
Suparman, M. Atwi, Desain lnstruksional.(
Jakarta: Penerbitan Universitas Terbuka, 2004) hl.99
[5]
Miarso, Yusufhadi, Menyemai Benih
Teknologi Pendidikan. (Jakarta: Penerbit Prenada Media, 2004.) hl.551