Minggu, 07 Juni 2015

neo behaviorisme





 MAKALAH
NEO BEHAVIORISME





Diajukan untuk Memenuhi tugas individu
Padamata kuliah Pengembangan materi Ajar
Dan kurikulum PAI

Dosen pengampu:
1. Dr.Hunainah.M.Pd
2. Prof.Dr. Ilzamudin ma,mur, M.A




Disusun Oleh :
APIP PUDIN
NIM:1440101201






PROGRAM PASCA SARJANA
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
IAIN SULTAN MAULANA HASANUDIN BANTEN
TAHUN 2015/1436.H
















BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Neobehaviorisme muncul sebagai teori revisi yang telah dicetuskan ahli psikologi pendidikan yang ada pada masa abad ke-19 yakni ilmuwan itu bernamaWatson, dan Skinner. Dan teori pembelajaran yang telah dicetuskan adalah  teori behaviorisme, teori ini lebih cenderung pada proses belajar yang didasarkan pada tingkah laku seorang siswa.
Sedangkan teori yang telah ditawarkan oleh Robert Gagne yang baru ini (revisi atau penguat dari teori sebelumnya), lebih membidik pada hasil dari tingkah laku seorang siswa setelah melakukan proses belajar yang tentunya melalui S-R (Stimulus dan Respon)nya siswa tersebut dalam menghasilkan output yang diharapkan mampu mencapai perkembangan setelah melewati proses tersebut.[1]
Dalam makalah ini akan dibahas teori  Neobehaviorisme, prinsip-prinsip dan hubungannya dengan hakikat belajar serta pengaruh dalam  proses belajar. Apabila ada kesalahan dalam penulisan maupun  isi dari makalah ini, penulis mohon maf yang sebesar-besarnya.

B.     Rumusan Masalah
·         Apa yang dimaksud dengan teori Neobehaviorisme?
·         Bagaimana fase fase belajar teori Neobihaviorisme?
·         Tipe belajar apa saja yang terdapat pada teori Neobehaviorisme?
·        Sifat atau Ciri-ciri Neobehaviorisme sebagai Hasil Belajar?




C.     Tujuan
·         Untuk mengetahui Neobehaviorisme
·         Untuk mengetahui fase fase belajar Neobehaviorisme
·         Untuk mengetahui tipe tipe belajar  Neobehaviorisme
·         Untuk mengetahui ciri-ciri Neobehaviorisme sebagai hasil belajar


























BAB II
PEMBAHASAN
A.     Neobehaviorisme
Robert M. Gagne,  (21 Agustus 1916 s.d 28 April 2002), Gagne lahir di Andover Utara, Massachusetts seorang profesor dan ahli psikologi  yang telah banyak membuat penyelidikan mengenai fase dalam  rangkaian pembelajaran dan jenis pembelajaran.[2]
Gagne disebut sebagai Modern Neobehaviouris mendorong guru untuk merencanakan instruksioanal pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi. Keterampilan paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam hierarki Keterampilan intelektual.
Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana dilanjutnkan pada yang lebih kompleks (belajar SR, rangkaian SR, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe belajar yang lebih tinggi (belajar aturan dan pemecahan masalah). Prakteknya gaya belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus respon.
Teori belajar  yang dikemukakan Robert M. Gagne merupakan perpaduan yang seimbang antara behaviorisme dan  kognitivisme, yang berpangkal pada teori pemprosesan informasi. Gagne menggunakan matematika sebagai medium untuk menguji dan mengembangkan teori belajarnya. Menurutnya, kunci bagi pengembangan teori belajar yang bersifat menyeluruh adalah mengenai faktor-faktor yang memperjelas sifat yang rumit dari proses belajar seseorang. Ahli-ahli teori yang lain biasanya mulai dengan memberikan penjelasan khusus mengenai proses belajar dan kemudian berusaha mengenakan proses tersebut pada belajar yang dilakukan orang. Kebalikannya, Gagne mulai dengan melakukan kupasan atas berbagai performasi dan keterampilan yang dilakukan orang dan kemudian memberikan penjelasan atas adanya keragaman ini.
Menurut gagne (1975), belajar merupakan sesuatu yang terjadi dalam benak seseorang, di dalam otaknya. Belajar disebut suatu proses karena secara formal ia dapat dibandingkan dengan proses-proses organik manusia lainnya, seperti pencernaan dan pernapasan. Namun belajar merupakan proses yang rumit dan kompleks. Belajar terjadi ketika seseorang merespon dan menerima rangsangan dari lingkungan eksternalnya. Belajar merupakan proses yang memungkinkan manusia memodifikasi tingkah lakunya secara permanen, sedemikian hingga modifikasi yang sama tidak akan  terjadi lagi pada situasi baru. Pengamat akan mengetahui tentang terjadinya proses belajar pada orang yang diamati bila pengamat itu memperhatikan terjadinya perubahan tingkah laku. Kematangan menurut Gagne, bukanlah hasil belajar, sebab perubahan tingkah laku yang terjadi, dihasilkan dari pertumbuhan struktur dan diri manusia itu. Dengan demikian belajar terjadi bila individu merespon terhadap stimulus yang datangnya dari luar, sedangkan kematangan datangnya memang dari dalam diri orang itu. Perubahan tingkah laku yang tetap sebagai hasil belajar harus terjadi bila orang tersebut berinteraksi dengan lingkungan.[3]
Komponen- komponen dalam proses belajar menurut Gagne dapat digambarkan sebagai SR. S adalah situasi yang memberi stimulus, R adalah respons atas stimulus itu, dan garis di antaranya adalah hubungan di antara stimulus dan respon yang terjadi dalam diri seseorang yang tidak dapat kita amati, yang bertalian dengan sistem alat saraf di mana terjadi transformasi perangsang yang diterima melalui alat dria. Stimulus ini merupakan input yang berada di luar individu dan respon adalah outputnya, yang juga berada di luar individu sebagai hasil belajar yang dapat diamati.

B.     Fase-fase Belajar
Robert M. Gagne (dalam Margaret) menerapkan konsep pengolahan (proses) kognitif dalam kupasannya terhadap hal belajar. Ia menemukan delapan tahapan pengolahan yang esensial bagi belajar dan harus dilaksanakan secara berurutan. Kedelapan tahapan itu disebut fase belajar.


a.       Fase mengarahkan perhatian (attending phase)
Pada fase ini akan menjadikan siswa peka/sadar akan adanya stimulus yang muncul dari situasi belajar. Siswa dapat melihat stimulus-stimulus tersebut dan sifat-sifatnya.  Apa yang dilihat siswa, akan diberi kode secara unik oleh setiap siswa dan akan dicatat dalam pikirannya. Hal ini biasa terjadi dalam proses belajar mengajar. Bila guru memberikan pelajaran (stimulus), mungkin guru melihat isi pelajaran berbeda dengan yang dilihat siswa, dan setiap siswa mungkin saja berbeda persepsinya satu dengan yang lainnya.
b.      Fase pengharapan (expectancy phase)
Pada fase ini membawa siswa tahu tujuan belajar. Misalnya siswa menetapkan bahwa ia akan memperoleh suatu keterampilan motorik, defenisi baru, atau belajar memecahkan suatu masalah. Orientasi tujuan yang sudah terbentuk pada tahap ini membuat siswa bisa memilih hasil apa yang sesuai pada tiap fase berikutnya dalam pengolahan informasi.
c.       Fase perolehan (Acquisition phase)
Ini merupakan fase mendapatkan fakta, keterampilan, konsep atau prinsip yang dipelajari. Pemilikan pengetahuan dapat ditentukan dengan  mengamati atau mengukur apa yang telah dimilikinya itu. Hal ini perlu dilakukan di dalam proses belajar mengajar agar su
paya guru dapat mengetahui apa yang telah dimiliki dan apa yang belum dimiliki.
d.      Fase retensi (Retention phase)
Dalam fase ini kemampuan baru yang telah diperoleh dipertahankan atau diingat. Sarana menyimpan bagi manusia adalah ingatan (memory). Penelitian mengindikasikan bahwa terdapat dua tipe memori, yaitu memori jangka pendek (short term memory) dan memori jangka panjang (long term memory). Memori jangka pendek mempunyai kapasitas terbatas dan hanya bertahan dalam waktu singkat. Banyak orang dapat menahan (menyimpan) tujuh atau delapan informasi berbeda dalam memori selama tiga puluh detik. Memori jangka panjang adalah kemampuan kita mengingat informasi selama lebih dari tiga puluh detik, dan ini disimpan dalam pikiran secara permanen.
Gagne mendeskripsikan beberapa ciri yang mungkin dimiliki fase ini, sebagai berikut.
1)      Apa yang telah dipelajari mungkin tersimpan di dalam suatu bentuk yang permanen, tetap intens selama bertahun-tahun, seperti tersimpan dalam suatu pita megnetik ajaib.
2)      Beberapa hal yang dipelajari mungkin memudar sedikit demi sedikit sejalan dengan berlalunya waktu.
3)      Gudang ingatan mungkin mengalami pencampuradukan dalam arti ingatan yang baru mengaburkan ( atau mungkin menghapus) yang terlebih dulu karena mereka bercampur baur.
e.       Fase memanggil kembali (Retrieval phase)
Yaitu kemampuan memanggil ke luar (call out) informasi yang telah dimiliki dan disimpan dalam memori. Proses memanggil kembali informasi ini adalah sangat tidak teliti (imprecise), tidak teratur (disorganized), dan malahan penuh rahasia (mystical). Kadang-kadang informasi yang diinginkan, misalnya “nama”, tidak dapat dipanggil keluar dari memori atas permintaan seseorang, tetapi kemudian mungkin saja ke luar pada saat orang itu memikirkan sesuatu yang tidak ada kaitan dengan “nama” tadi. Ada informasi yang tersimpan dalam pikiran (memori) begitu dalamnya, sehingga diperlukan teknik khusus, misalnya dengan rangsangan elektrik untuk mengeluarkannya.
f.       Fase generalisasi (Generalization phase)
Tujuan belajar bukanlah sekedar untuk menambah pengetahuan atau mengubah kelakuan, akan tetapi agar apa yang dipelajari itu dapat digunakan dalam berbagai situasi lain, sehingga mantap dan dapat terus digunakan. Menggunakan apa yang dipelajari dalam situasi-situasi yang baru yang belum pernah dihadapi sebelumnya disebut transfer. Menurut Gagne, konteks yang bervariasi untuk belajar merupakan suatu hal yang esensial yang dapat menjamin terjadinya transfer dalam proses belajar.
Transfer dapat bersifat horizontal, yakni apa yang dipelajari itu dapat digunakan untuk situasi-situasi lain yang bersamaan dan setaraf tingkatnya. Misalnya prinsip-prinsip yang dipelajari dalam matematika dapat digunakan dalam ilmu bumi, fisika, atau kimia. Di samping itu ada lagi transfer vertikal. Apa yang  dipelajari dapat digunakan untuk mencapai prinsip yang lebih tinggi. Hierarki dalam tipe belajar menunjukkan perlunya dikuasai tipe belajar yang lebih rendah agar dapat dipelajari tipe belajar yang lebih tinggi. Tipe belajar yang lebih rendah menjadi prasyarat untuk tipe belajar pada tingkat yang lebih tinggi.
g.      Fase penampilan (Performance phase)
Dalam fase ini, siswa menampilkan tindakan/tingkah laku yang merefleksikan apa yang sudah ia pelajari. Tingkah laku baru yang ditampilkan sebagai hasil belajar ini, penting bagi siswa karena akan memberikan kepuasan, dan selanjutnya akan mendorongnya untuk belajar lebih lanjut. Fase ini memberikan gambaran apakah tujuan belajar telah tercapai atau belum.
h.      Fase umpan balik ( Feedback phase)
Belajar tidak dengan sendirinya berhasil baik. Oleh sebab itu pelajar harus mengetahui apakah jawabannya tepat. Feedback pada manusia merupakan tanda bahwa jawabannya benar. Di sini pun tak perlu selalu dikatakan bahwa jawabannya itu benar. Sering anak mengetahuinya dari senyuman, anggukan kepala, pandangan mata guru atau isyarat lain. Feedback mempertinggi efektivitas dan efisiensi belajar.
Feedback dapat juga dilakukan oleh murid sendiri, yakni bila ia dapat atau diberi jalan untuk memeriksa sendiri benar tidaknya jawabannya. Mengetahui keberhasilan belajar memberi kepuasan yang mempercepat proses belajar. Siswa yang sanggup men-check kebenaran hasil belajarnya telah sanggup untuk belajar secara individual dan belajar sepanjang hidupnya. Tidak ada metode mengajar yang menjamin keberhasilan. Keberhasilan  baru diketahui bila ada penilaian yang dapat menunjukkan kesalahan dan kekurangan sebagai feedback untuk diperbaiki. Mengabaikan feedback adalah meniadakan salah satu aspek yang penting dalam proses belajar.
C.     Tipe-tipe belajar
Robert M Gagne membedakan delapan tipe belajar, yang dipusatkan kepada hasil belajar  yang diperoleh dan disusun secara hierarkis dan sistematik dimana tipe belajar yang satu menjadi landasan bagi tipe belajar yang berikutnya. Delapan tipe belajar tersebut adalah:
1)      Signal Learning (Belajar isyarat)
Signal learning ini mirip dengan conditioning menurut Pavlov dan timbul setelah sejumlah pengalaman tertentu. Respon yang timbul bersifat umum, kabur, emosional dan timbulnya refleks dan tak dapat dikuasai. Contohnya: melihat ular timbul rasa takut, melihat orang tersenyum timbul rasa senang.
2)      Stimulus-respon learning (belajar stimulus-respon)
Dalam pola belajar ini, dibentuk hubungan antara suatu perangsang dan suatu reaksi, berdasarkan efek yang mengikuti pemberian reaksi tertentu. Pola ini hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Skinner.
3)      Chaining (Rantai atau rangkaian)
Rangkaian terjadi jika terbentuk hubungan antara beberapa S-R oleh sebab yang satu terjadi setelah yang satu lagi, berdasarkan continuity (pembiasaan)
4)      Verbal association (Assosiasi verbal)
Terbentuknya hubungan antara suatu perangsang dengan suatu reaksi verbal. Contohnya: jika anak diperlihatkan suatu bangun geometris, maka dia akan bisa mengatakan ”persegi” atau ”jajar genjang” karena dia sudah mengenal bentuk bentuk geometris.
5)      Discrimination learning (belajar diskriminasi)
Hasil dari cara belajar ini adalah kemampuan untuk membeda-bedakan antara objek-objek yang terdapat dalam lingkungan fisik yang real. Contohnya: siswa dapat mengenal berbagai merk mobil berdasarkan ciri- cirinya sehingga siswa mampu mendiskriminasikan jenis-jenis mobil tersebut.
6)      Concept learning ( belajar konsep )
Untuk memahami suatu konsep, seseorang harus bisa mendiskriminasi untuk membedakan apa yang masuk dan apa yang tidak masuk dalam konsep itu. Misalnya, orang yang tidak mempunyai persepsi yang jelas tentang variasi dalam bentuk ukuran, dan warna tanaman, akan mengalami kesulitan dalam menggolong-golongkan suatu tanaman.
7)      Rule learning (belajar aturan)
Cara belajar ini menghasilkan suatu kaidah yang terdiri atas penggabungan beberapa konsep. Pengungkapan hubungan atau relasi tetap di antara konsep-konsep itu, biasanya dituangkan dalam bentuk suatu kalimat.
8)      Problem solving (pemecahan masalah)
Cara belajar ini menghasilkan suatu prinsip yang dapat dipergunakan dalam pemecahan suatu problem. Problem yang dihadapi akan dapat dipecahkan dengan menghubung-hubungkan beberapa kaidah sedemikian rupa sehingga terbentuk suatu kaidah yang lebih tinggi, yang oleh Gagne disebut ”higher- order rule” dan kerap dilahirkan sebagai hasil berpikir, bila orang menghadapi suatu problem untuk dipecahkan. [4]
Sistematika ”delapan tipe belajar” kemudian diganti oleh Gagne dengan sistematika lain atau yang biasa disebut dengan Neobehaviorisme, sehingga sistematika terdahulu tidak aktual lagi namun tetap mempunyai suatu nilai historis, karena di dalamnya terkandung dua keyakinan yaitu bentuk/jenis belajar berjumlah lebih dari satu dan hasil belajar yang satu menjadi landasan belajar hasil yang lain.











BAB III

A. Sifat atau Ciri-ciri Neobehaviorisme sebagai Hasil Belajar
Sistematika ”lima jenis belajar” dikemukakan oleh Gagne meliputi lima kategori hasil belajar, yang masing-masing mencakup sejumlah kemampuan internal yang bercirikan sama dan sekaligus berbeda sifatnya dari kemapuan internal dalam kategori lain. Kelima kategori hasil belajar yang dikemukakan oleh Gagne adalah sebagai berikut:
1. Informasi verbal
2. Kemahiran intelektual
3. Pengaturan kegiatan kognitif
4. Ketrampilan motorik
5. Sikap[5]
Perlu diselidiki sampai seberapa jauh terdapat hubungan antara sistematika ”delapan tipe belajar” dan sistematika ”lima jenis belajar” yang keduanya dikembangkan oleh Gagne. Dari uraian di atas, jelas bahwa kedua sistematika itu tidak bisa dilepaskan satu sama lain, meskipun sistematika ”lima jenis belajar” lebih bermanfaat untuk diterapkan dalam  menganalisa proses belajar mengajar di sekolah, karena dibedakan dengan tegas aspek hasil dan aspek proses dalam suatu jenis belajar.
B. Pengaruh Teori Neobehaviorisme
Kalau dilihat historis dari pada teori Gagne atau neobehaviorisme ini, teori yang mampu berkembang menjadi aliran psikologi belajar dan berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran Neobehavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Sebenarnnya teori ini hampir ada kesamaan dengan teori sebelumnya, namun teori ini lebih cenderung melihat hasil dari proses belajar mengajar tersebut, tentunya setelah melalui pengaruh yang telah ada dalam behaviorisme, nah, teori neobehaviorisme ini hadir sebagai teori yang melihat nilai daripada hanya sebatas tingkah laku. Karena di balik tingkah laku itu terdapat nilai yang dalam hal ini dikaji oleh teori Gagne atau neobehaviorisme.
Teori behaviorisme memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka peserta didik atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
Dari pernyataan di atas dapat dilihat bahwa teori behaviorisme yang hadirnya sebelum teori ini (neobehaviorisme) lebih mengutamakan penguasaan material saja tanpa melihat nilai yang diterapkan di dalamnya. Sedangkan teori nebehaviorisme ini menbidik nilai penerapan dari tingkah laku peserta didik setelah ia belajar. Dan inilah merupakan salah satu pengaruh yang terdapat dalam teori neobehaviorisme ini.















BAB IV
Kesimpulan
Neobehaviorisme muncul sebagai teori revisi yang telah dicetuskan ahli psikologi pendidikan yang ada pada masa abad ke-19 yakni ilmuwan itu bernamaWatson, dan Skinner. Dan teori pembelajaran yang telah dicetuskan adalah  teori behaviorisme, teori ini lebih cenderung pada proses belajar yang didasarkan pada tingkah laku seorang siswa
Pendekatan neobehaviorisme ini menekankan pada teori yang melihat hasil dari konsep yang hanya memandang tingkah laku.” Dan hasil dari tingkah laku tersebut dijadikan dasar atau tolak ukur atau barometer Sebagai aplikasi dari teori ini, tingkah laku individu pada dasarnya dikontrol oleh Delapan tipe belajar dan hasis-hasilnya yang telah disebutkan di atas. Uraian lebih lengkap mengenai teori ini dapat ditemukan dalam teori tentang belajar, namun yag terpenting dalam bahasan teori ini adalah aplikasi dalam proses belajar-mengajar.
Fase-fase Belajar menurut Robert M. Gagne
1.      Fase mengarahkan perhatian (attending phase)
2.      Fase pengharapan (expectancy phase)
3.      Fase perolehan (Acquisition phase)
4.      Fase retensi (Retention phase)
5.      Fase memanggil kembali (Retrieval phase)
6.      Fase generalisasi (Generalization phase)
7.      Fase penampilan (Performance phase)
8.      Fase umpan balik ( Feedback phase)
Seadangkan jenis-jenisnya menurut Gagne adalah :
1. Informasi verbal
2. Kemahiran intelektual
3. Pengaturan kegiatan kognitif
4. Ketrampilan motorik
5. Sikap


Daftar Pustaka.
Syah. Muhibbin, 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sukmadinata, 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT Renita Cipta.
http://rahmatsuharjana.blogspot.com (.di unduh hari senin 6-04 2015.am 10.30 WIB)
www.Neobehaviorisme.blogspot.com ( Diakses tanggal 24 marat 2015, jam 20.30 wib
John A.Mills, Control A History of behavioral Psychology, (New,York and London : New York Univesity Press )
Miarso, Yusufhadi, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Prenada Media, 2004.
Suparman, M. Atwi, Desain lnstruksional. Jakarta: Penerbitan Universitas Terbuka, 2004.













[1] John A.Mills, Control A History of behavioral Psychology, (New,York and London : New York Univesity Press ) hl.83
[2] http://rahmatsuharjana.blogspot.com (.di unduh hari senin 6-04 2015.am 10.30 WIB)
[3] www.Neobehaviorisme.blogspot.com ( Diakses tanggal 24 marat 2015, jam 20.30 wib
[4] Suparman, M. Atwi, Desain lnstruksional.( Jakarta: Penerbitan Universitas Terbuka, 2004) hl.99
[5] Miarso, Yusufhadi, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. (Jakarta: Penerbit Prenada Media, 2004.) hl.551