Kamis, 10 September 2015





TUJUAN KURIKULUM PAI DALAM UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN


A.  Pendahuluan

Diskursus kurikulum sampai saat ini masih hangat untuk diperbincangkan. Sebab kurikulum mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam dunia pendidikan, bahkan bisa dikatakan bahwa kurikulum memegang kedudukan dan kunci dalam pendidikan, hal ini berkaitan dengan penentuan arah, isi, dan proses pendidikan, yang pada akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Kurikulum menyangkut rencana dan pelaksanaan pendidikan baik dalam lingkup kelas, sekolah, daerah, wilayah maupun nasional.[1] Semua orang berkepentingan dengan kurikulum, sebab kita sebagai orang tua, sebagai warga masyarakat, sebagai pemimpin formal ataupun informal selalu mengharapkan tumbuh dan berkembangnya anak, pemuda, dan generasi muda yang lebih baik, lebih cerdas, lebih berkemampuan. Kurikulum mempunyai andil yang cukup besar dalam melahirkan harapan tersebut.
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam keseluruhan kegiatan pembelajaran, menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan. Mengingat pentingnya peran kurikulum dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan peserta didik nantinya, maka pengembangan kurikulum tidak bisa dikerjakan sembarangan.[2] harus berorentasi kepada tujuan yang jelas sehingga akan menghasilkan hasil yang baik dan sempurna.
Disamping itu, program pendidikan harus dirancang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan diorentasikan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang dan akan terjadi. Oleh karena itu, kurikulum sekarang harus dirancang oleh guru bersama-sama masyarakat pemakai.
Untuk bisa merancang kurikulum yang demikian, guru harus memiliki peranan yang amat sentral. Oleh karena itu pula, kompetensi manajemen pengembangan kurikulum perlu dimiliki oleh setiap guru di samping kompetensi teori belajar.
Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang sengaja didirikan dan diselenggarakan dengan hasrat dan niat (rencana yang sungguh-sungguh) untuk mengejawantahan ajaran dan nilai-nilai Islam, sebagaimana tertuang atau terkandung dalam visi, misi, tujuan, program kegiatan maupun pada praktik pelaksanaan pendidikannya. Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) merupakan salah satu perwujudan dari pengembangan sistem pendidikan Islam[3].
Di tengah-tengah pesatnya inovasi pendidikan, terutama dalam konteks pengembangan kurikulum, sering kali para guru PAI merasa kebingungan dalam menghadapinya. Apalagi inovasi pendidikan tersebut cenderung bersifat top-down innovation dengan strategi power coersive atau strategi pemaksaan dari atasan (pusat) yang berkuasa. Inovasi ini sengaja diciptakan oleh atasan sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan agama Islam ataupun untuk meningkatkan efisiensi serta efektifitas pelaksanaan PAI dan sebagainya.


B.  Pembahasan
Sebelum mengkaji lebih jauh tentang pengembangan kurikulum PAI, perlu dikemukakan terlebih dahulu apa itu kurikulum. Kata “Kurikulum”berasal dari kata Yunani yang semula digunakan dalam bidang olah raga, yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni  jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari star hingga finish. Jarak dari star sampai finish ini kemudian yang disebut dengan currere[4].
Dalam bahasa Arab, istilah “kurikulum” diartikan dengan Manhaj, yakni jalan yang terang, atau jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya[5]. Dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik/guru dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai-nilai[6]. Al-Khauly (1981) menjelaskan bahwa al-Manhaj sebagai seperangkat rencana dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.
Sementara itu menurut E. Mulyasa,bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standar, dan hasil belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai hasil kompetensi dasar dan tujuan pendidikan.[7]
Berdasarkan study yang telah dilakukan oleh banyak ahli, dapat disimpulkan bahwa pengertian kurikulum dapat ditinjau dari dua sisi yang berbeda, yakni menurut pandangan lama dan pandangan baru.
Pandangan lama, atau sering juga disebut pandangan tradisional, merumuskan bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperolah ijazah[8].
Pengertian kurikulum secara tradisional di atas mempunyai implikasi sebagai berikut :
1.    Kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran. Mata pelajaran sendiri pada hakikatnya adalah pengalaman nenek moyang di masa lampau. Berbagai pengalaman tersebut dipilih, dianalisis, serta disusun secara sistematis dan logis, sehingga muncul mata pelajaran seperti sejarah, ilmu bumi, ilmu hayat, dan sebagainya.
2.    Mata pelajaran adalah sejumlah informasi atau pengetahuan, sehingga penyampaian mata pelajaran pada siswa akan membentuk mereka menjadi manusia yang mempunyai kecerdasan berfikir.
3.    Mata pelajaran menggambarkan kebudayaan masa lampau. Adapun pengajaran berarti penyampaian kebudayaan kepada generasi muda.
4.    Tujuan mempelajari mata pelajaran adalah untuk memperoleh ijazah. Ijazah diposisikan sebagai tujuan, sehingga menguasai mata pelajaran berarti telah mencapai tujuan belajar.
5.    Adanya aspek keharusan bagi setiap siswa untuk mempelajari mata pelajaran yang sama. Akibatnya, faktor minat dan kebutuhan siswa tidak dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum.
6.    Sistem penyampaian yang digunakan oleh guru adalah sistem penuangan (imposisi). Akibatnya, dalam kegiatan belajar gurulah yang lebih banyak bersikap aktif, sedangkan siswa hanya bersifat pasif belaka[9].
Sebagai perbandingan, ada baiknya kita kutip pula pendapat lain seperti yang dikemukakan oleh Romine (1954). Pandangan ini dapat digolongkan sebagai pendapat yang baru (modern), yang dirumuskan sebagai berikut :
Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not
Implikasi perumusan di atas adalah sebagai berikut :
1.    Tafsiran tentang kurikulum bersifat luas, karena kurikulum bukan hanya terdiri atas mata pelajaran (courses), tetapi meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi tanggung jawab sekolah.
2.    Sesuai dengan pandangan ini, berbagai kegiatan di luar kelas (yang dikenal dengan ekstrakurikuler) sudah tercakup dalam pengertian kurikulum. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan antara intra dan ekstrakurikulum.
3.    Pelaksanaan kurikulum tidak hanya dibatasi pada keempat dinding kelas saja, melainkan dilaksanakan baik di dalam maupun di luar kelas, sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
4.    Sistem penyampaian yang dipergunakan oleh guru disesuaikan dengan kegiatan atau pengalaman yang akan disampaikan. Oleh karena itu, guru harus mengadakan berbagai kegiatan belajar mengajar yang bervariasi, sesuai dengan kondisi siswa.
5.    Tujuan pendidikan bukanlah untuk menyampaikan mata pelajaran (courses) atau bidang pengetahuan yang tersusun (subject), melainkan pembentukan pribadi anak dan belajar cara hidup di dalam masyarakat[10].
Dari dua sudut pandangan kurikulum di atas bahwa pengertian yang lama tentang kurikulum lebih menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah, dalam arti sejumlah mata pelajaran atau kuliah di sekolah atau perguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat, juga keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga pendidikan. Demikian pula definisi yang tercantum dalam UU Sisdiknas Nomor 2/1989.
Definisi kurikulum yang tertuang dalam UU Sisdiknas Nomor 20/2003 dikembangkan kea rah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan demikian, ada tiga komponen yang termuat dalam kurikulum, yaitu tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara pembelajaran, baik yang berupa strategi pembelajaran maupun evaluasinya[11].

C.  Konsep Kurikulum
Kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut, dan evaluasi yang perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya pada satuan pendidikan tertentu.
1.    Standar Nasional pendidikan adalah pernyataan mengenai kualitas hasil dan komponen-komponen sistem yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan di seluruh wilayah hukum R.I. pada jenjang, jenis atau jalur pendidikan tertentu. Standar nasional pendidikan mencakup standar isi, standar pembelajaran, standar pengembangan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, dan standar evaluasi pendidikan yang wajib dicapai oleh masing-masing satuan pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan.
2.    Pengajaran adalah proses interaksi peserta didik dan sumber belajar di suatu lingkungan belajar tertentu dalam upaya pendidikan tertentu
3.    Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi dirinya melalui pengalaman belajar yang tersedia pada jalur, jenis dan jenjang pendidikan tertentu.
4.    Satuan pendidikan adalah lembaga penyelenggaraan pendidikan, seperti kelompok bermain, tempat penitipan anak, taman kanak-kanak, sekolah, perguruan tinggi, kursus dan kelompok belajar.[12]
5.    Kurikulum sebagai program studi.
Pengertiannya adalah seperangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh anak didik di sekolah atau di Instansi pendidikan lainnya.
6.    Kurikulum sebagai konten.
Pengertiannya adalah data atau informasi yang tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lainnya yang memungkinkan timbulnya belajar.
7.    Kurikulum sebagai kegiatan berencana.
Kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan berhasil.
8.    Kurikulum sebagai hasil belajar.
Seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasikan cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil-hasil itu, atau seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.
9.    Kurikulum sebagai reproduksi kultural.
Transper dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan difahami anak-anak generasi muda masyarakat tersebut.
10.  Kurikulum sebagai pengalaman belajar.
Keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan di bawah pimpinan sekolah.
11.  Kurikulum sebagai produksi.
Seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.[13]
Dalam sistem pendidikan kurikulum sebagai salah satu komponen, namun kurikulum itu sendiri juga mempunyai beberapa komponen. Hasan Langgulung memandang bahwa kurikulum mempunyai empat komponen utama, yaitu :
1.    Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan itu. Dengan lebih tegas lagi orang yang bagaimana yang ingin kita bentuk dengan kurikulum tersebut.
2.    Pengetahuan (knowledge), informasi-informasi, data-data, aktifitas-aktifitas, dan pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk kurikulum itu. Bagian inilah yang disebut dengan mata pelajaran.
3.    Metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru-guru untuk mengajar dan memotivasi murid untuk membawa mereka kea rah yang dikehendaki oleh kurikulum.
4.    Metode dan cara penilaian yang dipergunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan yang direncanakan kurikulum tersebut.[14]

D.  Dasar Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan yang sangat berperan dalam mengantarkan pada tujuan pendidikan yang diharapkan, harus mempunyai dasar-dasar yang merupakan kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk materi kurikulum, susunan dan organisasi kurikulum.
Herman H. Horne memberikan dasar bagi penyusunan kurikulum dengan tiga macam, yaitu :
1.    Dasar Psikologis, yang digunakan untuk memenuhi dan mengetahui kemampuan yang diperoleh dari pelajar dan kebutuhan anak didik (the ability and needs of children).
2.    Dasar Sosiologis, yang digunakan untuk mengetahui tuntunan yang sah dari masyarakat (the legitimate demands of society)
3.    Dasar Filosofis, yang digunakan untuk mengetahui keadaan alam semesta tempat kita hidup (the kind of universe in which we live).[15]
Sementara itu Al-Syaibani menawarkan dasar-dasar kurikulum sebagai berikut :
1.    Dasar Agama, tujuan dan kurikulumnya pada dasar agama Islam dengan segala aspeknya. Dasar agama ini dalam kurikulum pendidikan Islam jelas harus berdasarkan pada al-Qur’an, al-Shunnah dan sumber-sumber yang bersifat furu’ lainnya.
2.    Dasar Falsafah, dasar ini memberikan pedoman bagi tujuan pendidikan Islam secara filosofis, sehingga tujuan, isi dan organisasi kurikulum mengandung suatu kebenaran dan pandangan hidup dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran, baik ditinjau dari sisi ontology, epistimologi, maupun aksiologi.
3.    Dasar Psikologi, dasar ini memberikan landasan dan perumusan bahwa dalam perumusan kurikulum yang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan psikis peserta didik, sesuai dengan tahap kematangan dan bakatnya.
4.    Dasar Sosial, dasar ini memberikan gambaran bagi kurikulum pendidikan Islam yang tercermin pada dasar sosial yang mengandung ciri-ciri masyarakat Islam dan kebudayaannya. Baik dari segi pengetahuan, nilai-nilai ideal, cara berfikir dan adat kebiasaan, seni dan sebagainya. Kaitannya dengan kurikulum pendidikan Islam sudah tentu kurikulum ini harus mengakar terhadap masyarakat dan perubahan dan perkembangannya.[16]

E.   Pengembangan Kurikulum PAI
Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) dapat diartikan sebagai : (1) kegiatan menghasilkan kurikulum PAI atau (2) proses yang mengaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum PAI yang lebih baik; dan atau (3) kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum PAI.
Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami perubahan-perubahan paradigma.[17] walaupun dalam beberapa hal tertentu paradigm sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga sekarang. Hal ini dapat dicermati dari fenomena berikut : (1) perubahan dari tekanan pada hafalan dan daya ingatan tentang teks-teks dari ajaran-ajaran agama Islam, serta disiplin mental spiritual sebagaimana pengaruh dari timur tengah, kepada pemahaman tujuan, makna dan motivasi beragama Islam untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI; (2) perubahan dari cara berfikir tekstual, normatif, absolutis kepada cara berfikir historis, empiris, dan kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama Islam; (3) perubahan dari tekanan pada produk atau hasil pemikiran keagamaan Islam dari para pendahulunya kepada proses atau metodologinya sehingga menghasilkan produk tersebut; (4) perubahan dari pola pengembangan kurikulum PAI yang hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan menyusun isi kurikulum PAI ke arah keterlibatan yang luas dari para pakar, guru, peserta didik, masyarakat untuk mengidentifikasi tujuan PAI dan cara-cara mencapainya.[18]

F.   Fungsi Kurikulum PAI
1.    Bagi sekolah/madrasah yang bersangkutan :
 a.       Sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam yang diinginkan atau dalam istilah KBK disebut standar kompetensi PAI, meliputi fungsi dan tujuan pendidikan nasional, kompetensi lintas kurikulum, kompetensi tamatan/lulusan, kompetensi bahan kajian PAI, kompetensi mata pelajaran PAI (TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA), kompetensi mata pelajaran kelas (I, II, III, IV, V, VI, VIII, IX, X, XI, XII).
b.     Pedoman untuk mengatur kegiatan-kegiatan pendidikan agama Islam di sekolah/madrasah.

2.    Bagi sekolah/madrasah di atasnya :
 a.       Melakukan penyesuaian.
 b.      Menghindari keterulangan sehingga boros waktu
 c.       Menjaga kesinambungan

3.    Bagi masyarakat :
 a.       Masyarakat sebagai pengguna lulusan (users), sehingga sekolah/madrasah harus mengetahui hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat dalam konteks pengembangan PAI.
 b.      Adanya kerjasama yang harmonis dalam hal pembenahan dan pengembangan kurikulum PAI.[19]

G.  Proses Pengembangan Kurikulum
Dalam mengembangkan suatu kurikulum banyak pihak yang turut berpartisipasi, yaitu : administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru-guru, dan orang tua murid, serta tokoh-tokoh masyarakat. Dari pihak-pihak tersebut yang secara terus menerus turut terlibat dalam pengembangan kurikulum adalah : administrator, guru, dan orang tua.[20]
Dalam mengembangkan kurikulum, kurikulum yang dimaksud di sini adalah kurikulum PAI dimulai dari kegiatan perencanaan kurikulum. Dalam menyusun perencanaan ini didahului oleh ide-ide yang akan dituangkan dan dikembangkan dalam program. Ide kurikulum bisa berasal dari :
1.    Visi yang direncanakan
Visi (vision) adalah the statement of ideas or hopes, yakni pernyataan tentang cita-cita atau harapan-harapan yang ingin dicapai oleh suatu lembaga pendidikan dalam jangka panjang.
2.    Kebutuhan stakeholders (siswa, masyarakat, pengguna lulusan), dan kebutuhan untuk studi lanjut.
3.    Hasil evaluasi kurikulum sebelumnya dan tuntutan perkembangan ipteks dan zaman.
4.    Pandangan-pandangan para pakar dengan berbagai latar belakangnya.
5.    Kecenderungan era globalisasi yang menuntut seseorang untuk memiliki etos belajar sepanjang hayat, melek sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi.[21]



H.  Tujuan Pengembangan Kurikulum
Istilah yang digunakan untuk menyatakan tujuan pengembangan kurikulum adalahgoals dan objectives. makna tujuan, khususnya tujuan pendidikan nasional adalah berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreaktif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[22]
Secara lebih jauh, tujuan berfungsi sebagai pedoman bagi pengembangan tujuan-tujuan spesifik (objectives), kegiatan belajar, implementasi kurikulum, dan evaluasi untuk mendapatkan balikan (feedback).
Mengingat pentingnya tujuan, tidak heran jika perumusan tujuan menjadi langkah pertama dalam pengembangan kurikulum. Filosofi yang dianut pendidikan atau sekolah biasanya menjadi dasar pengembangan tujuan. Oleh karena itu, tujuan hendaknya merefleksikan kebijakan, kondisi masa kini dan masa datang, prioritas, sumber-sumber yang sudah tersedia, serta kesadaran terhadap unsur-unsur pokok dalam pengembangan kurikulum.[23]

I.     Kurikulum dan Tujuan Pendidikan
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dalam pencapaian akhir pendidikan dapat dilakukan sekaligus, akan tetapi secara bertahap, dan setiap tahap atau menuju sasaran yang sama. Tahap-tahap yang dikembangkan dalam pendidikan umum adalah berakhir pada tujuan Nasional sebagai tujuan umum yang secara terbatas ditentukan pula oleh falsafah Negara itu masing-masing. Bahkan pada zaman modern ini kita dapati pendidikan merupakan pantulan dari falsafah suatu bangsa dan ialah yang merupakan juru bicara dari semangat bangsa tersebut. Oleh karena itu sesuai dengan kepentingan setiap Negara, berdasarkan falsafah bangsa itu, maka ke situ pulalah pendidikan itu diarahkan. Selanjutnya untuk mencapai pendidikan (sekolah) menyusun kurikulum tertentu sebagai pedoman dalam proses pembelajaran.[24]

J.     Kerangka Dasar Kurikulum Pendidikan Islam
Pendidikan Islam yang berfalsafah al-Qur’an sebagai sumber utamanya, menjadikan al-Qur’an sebagai sumber utama penyusunan kurikulumnya.
Muhammad Fadhil al-Jamili mengemukakan bahwa al-Qur’an al-Karim adalah kitab terbesar yang menjadi sumber filsafat pendidikan dan pengajaran bagi umat Islam. Sudah seharusnya kurikulum pendidikan Islam disusun sesuai dengan al-Qur’an dan ditambah dengan al-Hadits yang melengkapinya.
Di dalam al-Qur’an dan Hadits ditemukan kerangka dasar dan dapat dijadikan sebagai pedoman dan penyusunan kurikulum pendidikan Islam. Kerangka dasar tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Sesuai dengan al-Qur’an bahwa yang menjadi kurikulum ini (intra curiculer) pendidikan Islam adalah “Tauhid” dan harus dimantapkan sebagai unsur pokok yang tidak dapat dirubah. Pemantapan kalimat tauhid sudah dimulai semenjak bayi dilahirkan dengan memperdengarkan adzan dan iqomah terhadap bayi yang dilahirkan.
2.    Kurikulum inti (Intra Curiculer) selanjutnya adalah perintah ‘Membaca’ ayat-ayat Allah yang meliputi 3 macam ayat yaitu : (1) ayat Allah yang berdasarkan wahyu. (2) ayat Allah yang ada pada diri manusia, dan (3) ayat Allah yang terdapat di dalam alam semesta di luar diri manusia.

Firman Allah SWT
إقرأ باسم ربّÙƒ الّذى خلق, خلق ا لإنسان من علق, إقرأ وربّÙƒ الأكرم, الّذى علّÙ… با لقلم, علّÙ… الإنسان ما لم يعلم  ( العلق : Û±Ù€Ûµ   )
Artinya : “Bacalah! Dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmulah yang maha Pemurah yang mengajarkan (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Q.S. al-Alaq : 1-5).[25]

Ditinjau dari segi kurikulum sebenarnya firman Allah SWT itu merupakan bahan pokok pendidikan yang mencakup seluruh Ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh manusia[26]. Membaca selain melibatkan proses mental yang tinggi, pengenalan (cognition), ingatan (memory), pengamatan (perception), pengucapan (verbalization), pemikiran (reasoning), daya cipta (creativity),[27] juga sekaligus merupakan bahan pendidikan itu sendiri. Mungkin taka ada satu kurikulum pendidikan di dunia ini yang tidak mencantumkan membaca sebagai materinya, bahkan umumnya membaca ini ditempatkan dari sekolah dasar, perguruan tinggi dengan berbagai variasi.
Kelima ayat tersebut pada dasarnya telah mencakup kerangka kurikulum pendidikan Islam yang wajib dijabarkan sebagai berikut :
1.    Bacalah! Dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Tekanan yang terkandung dalam ayat ini adalah kemampuan membaca yang dihubungkan dengan nama Tuhan sebagai Pencipta. Hal ini erat hubungannya dengan ilmu naqli (perennial knowledge).
2.    Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Ayat tersebut mendorong manusia untuk mengintropeksi menyelidiki tentang dirinya dimulai dari proses kejadian dirinya. Manusia ditantang dan dirangsang untuk mengungkapkan hal itu mulai imaginasi maupun pengalamannya (acquired knowledge).
3.    Bacalah! Dan Tuhanmulah yang paling pemurah, yang mengajarkan manusia dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Motifasi yang terkandung dalam ayat ini adalah agar manusia terdorong untuk mengadakan eksplorasi alam dan sekitarnya dengan kemampuan membaca dan menulisnya.[28]






























K.  Penutup

Dewasa ini, pentingnya peran dan fungsi kurikulum memang sudah sangat disadari dalam sistem pendidikan nasional. Ini dikarenakan kurikulum merupakan alat yang krusial dalam merealisasikan program pendidikan, baik formal maupun nonformal, sehingga gambaran sistem pendidikan dapat terlihat jelas dalam kurikulum tersebut. Dengan kata lain sistem kurikulum pada hakikatnya adalah sistem pendidikan itu sendiri.
Sejalan dengan tuntunan zaman, perkembangan masyarakat, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia pendidikan sudah menginjakan kakinya ke dalam dunia inovasi. Inovasi dapat berjalan dan mencapai sasarannya, jika program pendidikan tersebut direncanakan dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan tuntunan zaman.
Hubungan antara pendidikan dan kurikulum adalah hubungan antara tujuan da nisi pendidikan. Suatu tujuan baru akan tercapai bila isi pendidikan tepat dan relevan dengan tujuan tersebut. dengan kata lain bahwa isi yang tepat atau kurikulum yang sesuai yang akan mengantarkan ke arkea rahapai tujuan pendidikan.
Tentu bahwa tujuan kurikulum pendidikan agama Islam adalah membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT disertai dengan akhlaqul Karimah yang agung, sehingga akan terlahir generasi yang paripurna.






















DAFTAR PUSTAKA

Amri, Sofan, dan Ahmadi, Iif Khoiru, Konstruksi Pengembangan Pembelajaran; Pengaruhnya Terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum, (Jakarta : PT. Prestasi Pustaka Publisher, 2010).
Ahmad, Dkk, Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Pustaka Setia, 1998).
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006).
Hamalik, Oemar , Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007).
------------------------- Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006).
Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, (Bandung : PT. Fokus Media, 2005).
Langgulung, Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Pustaka al-Husna, 1988).
------------------------- Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta : PT. Pustaka al-Husna).
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005).
Muslihah, Eneng,  Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Diadit Media, 2010).
Muhain dan Mujib, Abdul, Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, (Bandung : PT. Trigenda Karya, 1993).
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Kalam Mulia, 2004).
Syaodih, Nana, Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006).








[1] . Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum,; Teori dan Praktek, (Bandung : PT. Remaja  Rosdakarya, 2006), hal. v
[2] . Sofan Amri, dan Iif Khoiru Ahmadi, Konstruksi Pengembangan Pembelajaran; Pengaruhnya Terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum, (Jakarta : PT. Prestasi Pustaka Publisher, 2010), hal. 61-62
[3] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 1

[4] M. Ahmad, Dkk, Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Pustaka Setia, 1998), hal, 9
[5] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Kalam Mulia, 2004), hal. 128
[6] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Op-Cit, hal, 1
[7] E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 46.
[8] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 3.

[9] Ibid, hal. 4.
[10] Ibid, hal. 5
[11] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Op-Cit, hal. 2

[12] Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 91.

[13] .Muhain dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, (Bandung : PT. Trigenda Karya, 1993), hal. 185

[14] Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Pustaka al-Husna, 1988), hal. 303.
[15] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Op-Cit, hal. 131.
[16] Ibid, hal. 132.
[17] Contoh, tasrif, teladan, pedoman; dipakai untuk menunjukan gugusan sistem pemikiran; bentuk kasus dan pola pemecahannya. Pius A Partanto, M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : PT. Arkola,
[18] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Op-Cit, hal. 10-11.
[19] Ibid, hal. 11-12.

[20] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum,; Teori dan Praktek, Op-Cit, hal. 155
[21] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Op-Cit, hal. 12-13.
[22] Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, (Bandung : PT. Fokus Media, 2005), hal. 98.
[23] . Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Op-Cit, hal. 187.

[24] Eneng Muslihah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Diadit Media, 2010), hal. 73.
[25] Al-Quran dan terjemah,kementrian agama epublik indonesia
[26] Op,cit al 79
[27] [27] Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta : PT. Pustaka al-Husna), hal. 166
[28] Eneng Muslihah, Ilmu Pendidikan Islam, Op-Cit, hal. 80-81