TUJUAN
KURIKULUM PAI DALAM UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN
A. Pendahuluan
Diskursus
kurikulum sampai saat ini masih hangat untuk diperbincangkan. Sebab kurikulum
mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam dunia pendidikan, bahkan bisa
dikatakan bahwa kurikulum memegang kedudukan dan kunci dalam pendidikan, hal
ini berkaitan dengan penentuan arah, isi, dan proses pendidikan, yang pada
akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan.
Kurikulum menyangkut rencana dan pelaksanaan pendidikan baik dalam lingkup
kelas, sekolah, daerah, wilayah maupun nasional.[1]
Semua orang berkepentingan dengan kurikulum, sebab kita sebagai orang tua,
sebagai warga masyarakat, sebagai pemimpin formal ataupun informal selalu
mengharapkan tumbuh dan berkembangnya anak, pemuda, dan generasi muda yang
lebih baik, lebih cerdas, lebih berkemampuan. Kurikulum mempunyai andil yang
cukup besar dalam melahirkan harapan tersebut.
Kurikulum
sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam
keseluruhan kegiatan pembelajaran, menentukan proses pelaksanaan dan hasil
pendidikan. Mengingat pentingnya peran kurikulum dalam pendidikan dan dalam
perkembangan kehidupan peserta didik nantinya, maka pengembangan kurikulum
tidak bisa dikerjakan sembarangan.[2] harus berorentasi kepada
tujuan yang jelas sehingga akan menghasilkan hasil yang baik dan sempurna.
Disamping
itu, program pendidikan harus dirancang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
diorentasikan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang dan
akan terjadi. Oleh karena itu, kurikulum sekarang harus dirancang oleh guru
bersama-sama masyarakat pemakai.
Untuk bisa
merancang kurikulum yang demikian, guru harus memiliki peranan yang amat
sentral. Oleh karena itu pula, kompetensi manajemen pengembangan kurikulum
perlu dimiliki oleh setiap guru di samping kompetensi teori belajar.
Pendidikan
Islam adalah sistem pendidikan yang sengaja didirikan dan diselenggarakan
dengan hasrat dan niat (rencana yang sungguh-sungguh) untuk mengejawantahan
ajaran dan nilai-nilai Islam, sebagaimana tertuang atau terkandung dalam visi,
misi, tujuan, program kegiatan maupun pada praktik pelaksanaan pendidikannya.
Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) merupakan salah satu
perwujudan dari pengembangan sistem pendidikan Islam[3].
Di
tengah-tengah pesatnya inovasi pendidikan, terutama dalam konteks pengembangan
kurikulum, sering kali para guru PAI merasa kebingungan dalam menghadapinya.
Apalagi inovasi pendidikan tersebut cenderung bersifat top-down
innovation dengan strategi power coersive atau
strategi pemaksaan dari atasan (pusat) yang berkuasa. Inovasi ini sengaja
diciptakan oleh atasan sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan agama
Islam ataupun untuk meningkatkan efisiensi serta efektifitas pelaksanaan PAI
dan sebagainya.
B. Pembahasan
Sebelum
mengkaji lebih jauh tentang pengembangan kurikulum PAI, perlu dikemukakan
terlebih dahulu apa itu kurikulum. Kata “Kurikulum”berasal dari kata Yunani
yang semula digunakan dalam bidang olah raga, yaitu currere yang
berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus ditempuh dalam
kegiatan berlari mulai dari star hingga finish. Jarak dari star sampai finish
ini kemudian yang disebut dengan currere[4].
Dalam bahasa
Arab, istilah “kurikulum” diartikan dengan Manhaj, yakni jalan yang
terang, atau jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada bidang
kehidupannya[5].
Dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh
pendidik/guru dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap serta nilai-nilai[6].
Al-Khauly (1981) menjelaskan bahwa al-Manhaj sebagai
seperangkat rencana dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam
mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.
Sementara
itu menurut E. Mulyasa,bahwa kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standar, dan
hasil belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai hasil kompetensi dasar dan tujuan
pendidikan.[7]
Berdasarkan
study yang telah dilakukan oleh banyak ahli, dapat disimpulkan bahwa pengertian
kurikulum dapat ditinjau dari dua sisi yang berbeda, yakni menurut pandangan
lama dan pandangan baru.
Pandangan
lama, atau sering juga disebut pandangan tradisional, merumuskan bahwa
kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk
memperolah ijazah[8].
Pengertian
kurikulum secara tradisional di atas mempunyai implikasi sebagai berikut :
1. Kurikulum terdiri atas sejumlah mata
pelajaran. Mata pelajaran sendiri pada hakikatnya adalah pengalaman nenek
moyang di masa lampau. Berbagai pengalaman tersebut dipilih, dianalisis, serta
disusun secara sistematis dan logis, sehingga muncul mata pelajaran seperti
sejarah, ilmu bumi, ilmu hayat, dan sebagainya.
2. Mata pelajaran adalah sejumlah
informasi atau pengetahuan, sehingga penyampaian mata pelajaran pada siswa akan
membentuk mereka menjadi manusia yang mempunyai kecerdasan berfikir.
3. Mata pelajaran menggambarkan
kebudayaan masa lampau. Adapun pengajaran berarti penyampaian kebudayaan kepada
generasi muda.
4. Tujuan mempelajari mata pelajaran
adalah untuk memperoleh ijazah. Ijazah diposisikan sebagai tujuan, sehingga
menguasai mata pelajaran berarti telah mencapai tujuan belajar.
5. Adanya aspek keharusan bagi setiap
siswa untuk mempelajari mata pelajaran yang sama. Akibatnya, faktor minat dan
kebutuhan siswa tidak dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum.
6. Sistem penyampaian yang digunakan
oleh guru adalah sistem penuangan (imposisi). Akibatnya, dalam kegiatan belajar
gurulah yang lebih banyak bersikap aktif, sedangkan siswa hanya bersifat pasif
belaka[9].
Sebagai
perbandingan, ada baiknya kita kutip pula pendapat lain seperti yang
dikemukakan oleh Romine (1954). Pandangan ini dapat digolongkan sebagai
pendapat yang baru (modern), yang dirumuskan sebagai berikut :
“Curriculum is interpreted to
mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils
have under direction of the school, whether in the classroom or not”
Implikasi
perumusan di atas adalah sebagai berikut :
1. Tafsiran tentang kurikulum bersifat
luas, karena kurikulum bukan hanya terdiri atas mata pelajaran (courses),
tetapi meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi tanggung jawab
sekolah.
2. Sesuai dengan pandangan ini,
berbagai kegiatan di luar kelas (yang dikenal dengan ekstrakurikuler) sudah
tercakup dalam pengertian kurikulum. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan
antara intra dan ekstrakurikulum.
3. Pelaksanaan kurikulum tidak hanya
dibatasi pada keempat dinding kelas saja, melainkan dilaksanakan baik di dalam
maupun di luar kelas, sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
4. Sistem penyampaian yang dipergunakan
oleh guru disesuaikan dengan kegiatan atau pengalaman yang akan disampaikan.
Oleh karena itu, guru harus mengadakan berbagai kegiatan belajar mengajar yang
bervariasi, sesuai dengan kondisi siswa.
5. Tujuan pendidikan bukanlah untuk
menyampaikan mata pelajaran (courses) atau bidang pengetahuan yang
tersusun (subject), melainkan pembentukan pribadi anak dan belajar cara
hidup di dalam masyarakat[10].
Dari dua
sudut pandangan kurikulum di atas bahwa pengertian yang lama tentang kurikulum
lebih menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah, dalam arti sejumlah mata
pelajaran atau kuliah di sekolah atau perguruan tinggi, yang harus ditempuh
untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat, juga keseluruhan pelajaran yang
disajikan oleh suatu lembaga pendidikan. Demikian pula definisi yang tercantum
dalam UU Sisdiknas Nomor 2/1989.
Definisi
kurikulum yang tertuang dalam UU Sisdiknas Nomor 20/2003 dikembangkan kea rah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan demikian, ada tiga komponen
yang termuat dalam kurikulum, yaitu tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara
pembelajaran, baik yang berupa strategi pembelajaran maupun evaluasinya[11].
C. Konsep Kurikulum
Kurikulum
adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan
standar nasional, materi yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang
harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut, dan evaluasi yang perlu
dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian kemampuan peserta didik, serta
seperangkat peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik
dalam mengembangkan potensi dirinya pada satuan pendidikan tertentu.
1. Standar Nasional pendidikan adalah
pernyataan mengenai kualitas hasil dan komponen-komponen sistem yang berkenaan
dengan penyelenggaraan pendidikan di seluruh wilayah hukum R.I. pada jenjang,
jenis atau jalur pendidikan tertentu. Standar nasional pendidikan mencakup
standar isi, standar pembelajaran, standar pengembangan tenaga kependidikan,
standar sarana dan prasarana, dan standar evaluasi pendidikan yang wajib
dicapai oleh masing-masing satuan pendidikan pada setiap jenis dan jenjang
pendidikan.
2. Pengajaran adalah proses interaksi
peserta didik dan sumber belajar di suatu lingkungan belajar tertentu dalam
upaya pendidikan tertentu
3. Peserta didik adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi dirinya melalui pengalaman
belajar yang tersedia pada jalur, jenis dan jenjang pendidikan tertentu.
4. Satuan pendidikan adalah lembaga
penyelenggaraan pendidikan, seperti kelompok bermain, tempat penitipan anak,
taman kanak-kanak, sekolah, perguruan tinggi, kursus dan kelompok belajar.[12]
5. Kurikulum sebagai program studi.
Pengertiannya adalah seperangkat
mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh anak didik di sekolah atau di
Instansi pendidikan lainnya.
6. Kurikulum sebagai konten.
Pengertiannya adalah data atau
informasi yang tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau
informasi lainnya yang memungkinkan timbulnya belajar.
7. Kurikulum sebagai kegiatan
berencana.
Kegiatan yang direncanakan tentang
hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan
dengan berhasil.
8. Kurikulum sebagai hasil belajar.
Seperangkat tujuan yang utuh untuk
memperoleh suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasikan cara-cara yang dituju
untuk memperoleh hasil-hasil itu, atau seperangkat hasil belajar yang
direncanakan dan diinginkan.
9. Kurikulum sebagai reproduksi
kultural.
Transper dan refleksi butir-butir
kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan difahami anak-anak generasi muda
masyarakat tersebut.
10. Kurikulum sebagai pengalaman
belajar.
Keseluruhan pengalaman belajar yang
direncanakan di bawah pimpinan sekolah.
11. Kurikulum sebagai produksi.
Seperangkat tugas yang harus
dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.[13]
Dalam sistem
pendidikan kurikulum sebagai salah satu komponen, namun kurikulum itu sendiri
juga mempunyai beberapa komponen. Hasan Langgulung memandang bahwa kurikulum
mempunyai empat komponen utama, yaitu :
1. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai
oleh pendidikan itu. Dengan lebih tegas lagi orang yang bagaimana yang ingin
kita bentuk dengan kurikulum tersebut.
2. Pengetahuan (knowledge),
informasi-informasi, data-data, aktifitas-aktifitas, dan pengalaman-pengalaman
dari mana terbentuk kurikulum itu. Bagian inilah yang disebut dengan mata
pelajaran.
3. Metode dan cara-cara mengajar yang
dipakai oleh guru-guru untuk mengajar dan memotivasi murid untuk membawa mereka
kea rah yang dikehendaki oleh kurikulum.
4. Metode dan cara penilaian yang
dipergunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan
yang direncanakan kurikulum tersebut.[14]
D. Dasar Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum
sebagai salah satu komponen pendidikan yang sangat berperan dalam mengantarkan
pada tujuan pendidikan yang diharapkan, harus mempunyai dasar-dasar yang
merupakan kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk materi kurikulum,
susunan dan organisasi kurikulum.
Herman H.
Horne memberikan dasar bagi penyusunan kurikulum dengan tiga macam, yaitu :
1. Dasar Psikologis, yang digunakan
untuk memenuhi dan mengetahui kemampuan yang diperoleh dari pelajar dan
kebutuhan anak didik (the ability and needs of children).
2. Dasar Sosiologis, yang digunakan
untuk mengetahui tuntunan yang sah dari masyarakat (the legitimate demands
of society)
3. Dasar Filosofis, yang digunakan
untuk mengetahui keadaan alam semesta tempat kita hidup (the kind of
universe in which we live).[15]
Sementara itu Al-Syaibani menawarkan
dasar-dasar kurikulum sebagai berikut :
1. Dasar Agama, tujuan dan kurikulumnya
pada dasar agama Islam dengan segala aspeknya. Dasar agama ini dalam kurikulum
pendidikan Islam jelas harus berdasarkan pada al-Qur’an, al-Shunnah dan
sumber-sumber yang bersifat furu’ lainnya.
2. Dasar Falsafah, dasar ini memberikan
pedoman bagi tujuan pendidikan Islam secara filosofis, sehingga tujuan, isi dan
organisasi kurikulum mengandung suatu kebenaran dan pandangan hidup dalam
bentuk nilai-nilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran, baik ditinjau dari
sisi ontology, epistimologi, maupun aksiologi.
3. Dasar Psikologi, dasar ini
memberikan landasan dan perumusan bahwa dalam perumusan kurikulum yang sejalan
dengan ciri-ciri perkembangan psikis peserta didik, sesuai dengan tahap
kematangan dan bakatnya.
4. Dasar Sosial, dasar ini memberikan
gambaran bagi kurikulum pendidikan Islam yang tercermin pada dasar sosial yang
mengandung ciri-ciri masyarakat Islam dan kebudayaannya. Baik dari segi
pengetahuan, nilai-nilai ideal, cara berfikir dan adat kebiasaan, seni dan
sebagainya. Kaitannya dengan kurikulum pendidikan Islam sudah tentu kurikulum
ini harus mengakar terhadap masyarakat dan perubahan dan perkembangannya.[16]
E. Pengembangan Kurikulum PAI
Pengembangan
kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) dapat diartikan sebagai : (1) kegiatan
menghasilkan kurikulum PAI atau (2) proses yang mengaitkan satu komponen dengan
yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum PAI yang lebih baik; dan atau (3)
kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan
kurikulum PAI.
Dalam
realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami
perubahan-perubahan paradigma.[17] walaupun dalam beberapa hal
tertentu paradigm sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga sekarang. Hal ini
dapat dicermati dari fenomena berikut : (1) perubahan dari tekanan pada hafalan
dan daya ingatan tentang teks-teks dari ajaran-ajaran agama Islam, serta
disiplin mental spiritual sebagaimana pengaruh dari timur tengah, kepada
pemahaman tujuan, makna dan motivasi beragama Islam untuk mencapai tujuan
pembelajaran PAI; (2) perubahan dari cara berfikir tekstual, normatif, absolutis
kepada cara berfikir historis, empiris, dan kontekstual dalam memahami dan
menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama Islam; (3) perubahan dari
tekanan pada produk atau hasil pemikiran keagamaan Islam dari para pendahulunya
kepada proses atau metodologinya sehingga menghasilkan produk tersebut; (4)
perubahan dari pola pengembangan kurikulum PAI yang hanya mengandalkan pada
para pakar dalam memilih dan menyusun isi kurikulum PAI ke arah keterlibatan
yang luas dari para pakar, guru, peserta didik, masyarakat untuk
mengidentifikasi tujuan PAI dan cara-cara mencapainya.[18]
F. Fungsi Kurikulum PAI
1. Bagi sekolah/madrasah yang
bersangkutan :
a. Sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan agama
Islam yang diinginkan atau dalam istilah KBK disebut standar kompetensi PAI,
meliputi fungsi dan tujuan pendidikan nasional, kompetensi lintas kurikulum,
kompetensi tamatan/lulusan, kompetensi bahan kajian PAI, kompetensi mata
pelajaran PAI (TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA), kompetensi mata pelajaran kelas (I,
II, III, IV, V, VI, VIII, IX, X, XI, XII).
b. Pedoman untuk mengatur
kegiatan-kegiatan pendidikan agama Islam di sekolah/madrasah.
2. Bagi sekolah/madrasah di atasnya :
a. Melakukan penyesuaian.
b. Menghindari keterulangan sehingga boros waktu
c. Menjaga kesinambungan
3. Bagi masyarakat :
a. Masyarakat sebagai pengguna lulusan (users), sehingga
sekolah/madrasah harus mengetahui hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat
dalam konteks pengembangan PAI.
G. Proses Pengembangan Kurikulum
Dalam
mengembangkan suatu kurikulum banyak pihak yang turut berpartisipasi, yaitu :
administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu
pengetahuan, guru-guru, dan orang tua murid, serta tokoh-tokoh masyarakat. Dari
pihak-pihak tersebut yang secara terus menerus turut terlibat dalam
pengembangan kurikulum adalah : administrator, guru, dan orang tua.[20]
Dalam
mengembangkan kurikulum, kurikulum yang dimaksud di sini adalah kurikulum PAI
dimulai dari kegiatan perencanaan kurikulum. Dalam menyusun perencanaan ini
didahului oleh ide-ide yang akan dituangkan dan dikembangkan dalam program. Ide
kurikulum bisa berasal dari :
1. Visi yang direncanakan
Visi (vision) adalah the
statement of ideas or hopes, yakni pernyataan tentang cita-cita atau
harapan-harapan yang ingin dicapai oleh suatu lembaga pendidikan dalam jangka
panjang.
2. Kebutuhan stakeholders (siswa,
masyarakat, pengguna lulusan), dan kebutuhan untuk studi lanjut.
3. Hasil evaluasi kurikulum sebelumnya
dan tuntutan perkembangan ipteks dan zaman.
4. Pandangan-pandangan para pakar
dengan berbagai latar belakangnya.
5. Kecenderungan era globalisasi yang
menuntut seseorang untuk memiliki etos belajar sepanjang hayat, melek sosial,
ekonomi, politik, budaya dan teknologi.[21]
H. Tujuan Pengembangan Kurikulum
Istilah yang
digunakan untuk menyatakan tujuan pengembangan kurikulum adalahgoals dan objectives. makna
tujuan, khususnya tujuan pendidikan nasional adalah berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang
maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreaktif, mandiri, dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[22]
Secara lebih
jauh, tujuan berfungsi sebagai pedoman bagi pengembangan tujuan-tujuan spesifik
(objectives), kegiatan belajar, implementasi kurikulum, dan evaluasi
untuk mendapatkan balikan (feedback).
Mengingat
pentingnya tujuan, tidak heran jika perumusan tujuan menjadi langkah pertama
dalam pengembangan kurikulum. Filosofi yang dianut pendidikan atau sekolah
biasanya menjadi dasar pengembangan tujuan. Oleh karena itu, tujuan hendaknya
merefleksikan kebijakan, kondisi masa kini dan masa datang, prioritas,
sumber-sumber yang sudah tersedia, serta kesadaran terhadap unsur-unsur pokok
dalam pengembangan kurikulum.[23]
I. Kurikulum dan Tujuan Pendidikan
Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya bahwa dalam pencapaian akhir pendidikan dapat dilakukan
sekaligus, akan tetapi secara bertahap, dan setiap tahap atau menuju sasaran
yang sama. Tahap-tahap yang dikembangkan dalam pendidikan umum adalah berakhir
pada tujuan Nasional sebagai tujuan umum yang secara terbatas ditentukan pula
oleh falsafah Negara itu masing-masing. Bahkan pada zaman modern ini kita
dapati pendidikan merupakan pantulan dari falsafah suatu bangsa dan ialah yang
merupakan juru bicara dari semangat bangsa tersebut. Oleh karena itu sesuai dengan
kepentingan setiap Negara, berdasarkan falsafah bangsa itu, maka ke situ
pulalah pendidikan itu diarahkan. Selanjutnya untuk mencapai pendidikan
(sekolah) menyusun kurikulum tertentu sebagai pedoman dalam proses
pembelajaran.[24]
J. Kerangka Dasar Kurikulum Pendidikan
Islam
Pendidikan
Islam yang berfalsafah al-Qur’an sebagai sumber utamanya, menjadikan al-Qur’an
sebagai sumber utama penyusunan kurikulumnya.
Muhammad
Fadhil al-Jamili mengemukakan bahwa al-Qur’an al-Karim adalah kitab terbesar
yang menjadi sumber filsafat pendidikan dan pengajaran bagi umat Islam. Sudah
seharusnya kurikulum pendidikan Islam disusun sesuai dengan al-Qur’an dan
ditambah dengan al-Hadits yang melengkapinya.
Di dalam
al-Qur’an dan Hadits ditemukan kerangka dasar dan dapat dijadikan sebagai
pedoman dan penyusunan kurikulum pendidikan Islam. Kerangka dasar tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Sesuai dengan al-Qur’an bahwa yang
menjadi kurikulum ini (intra curiculer) pendidikan Islam adalah “Tauhid” dan
harus dimantapkan sebagai unsur pokok yang tidak dapat dirubah. Pemantapan
kalimat tauhid sudah dimulai semenjak bayi dilahirkan dengan memperdengarkan
adzan dan iqomah terhadap bayi yang dilahirkan.
2. Kurikulum inti (Intra Curiculer)
selanjutnya adalah perintah ‘Membaca’ ayat-ayat Allah yang meliputi 3 macam
ayat yaitu : (1) ayat Allah yang berdasarkan wahyu. (2) ayat Allah yang ada
pada diri manusia, dan (3) ayat Allah yang terdapat di dalam alam semesta di
luar diri manusia.
Firman Allah SWT
إقرأ باسم
ربّÙƒ الّذى خلق, خلق ا لإنسان من علق, إقرأ وربّÙƒ الأكرم, الّذى علّÙ… با لقلم,
علّÙ… الإنسان ما لم يعلم ( العلق :
Û±Ù€Ûµ )
Artinya : “Bacalah! Dengan
menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah!
Dan Tuhanmulah yang maha Pemurah yang mengajarkan (manusia) dengan perantara
kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Q.S.
al-Alaq : 1-5).[25]
Ditinjau
dari segi kurikulum sebenarnya firman Allah SWT itu merupakan bahan pokok
pendidikan yang mencakup seluruh Ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh manusia[26].
Membaca selain melibatkan proses mental yang tinggi, pengenalan (cognition),
ingatan (memory), pengamatan (perception), pengucapan (verbalization),
pemikiran (reasoning), daya cipta (creativity),[27] juga
sekaligus merupakan bahan pendidikan itu sendiri. Mungkin taka ada satu
kurikulum pendidikan di dunia ini yang tidak mencantumkan membaca sebagai
materinya, bahkan umumnya membaca ini ditempatkan dari sekolah dasar, perguruan
tinggi dengan berbagai variasi.
Kelima ayat
tersebut pada dasarnya telah mencakup kerangka kurikulum pendidikan Islam yang
wajib dijabarkan sebagai berikut :
1. Bacalah! Dengan menyebut nama
Tuhanmu yang menciptakan. Tekanan yang terkandung dalam ayat ini adalah
kemampuan membaca yang dihubungkan dengan nama Tuhan sebagai Pencipta. Hal ini
erat hubungannya dengan ilmu naqli (perennial knowledge).
2. Dia menciptakan manusia dari
segumpal darah. Ayat tersebut mendorong manusia untuk mengintropeksi
menyelidiki tentang dirinya dimulai dari proses kejadian dirinya. Manusia
ditantang dan dirangsang untuk mengungkapkan hal itu mulai imaginasi maupun
pengalamannya (acquired knowledge).
3. Bacalah! Dan Tuhanmulah yang paling
pemurah, yang mengajarkan manusia dengan perantara kalam. Dia mengajarkan
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Motifasi yang terkandung dalam ayat
ini adalah agar manusia terdorong untuk mengadakan eksplorasi alam dan
sekitarnya dengan kemampuan membaca dan menulisnya.[28]
K. Penutup
Dewasa ini,
pentingnya peran dan fungsi kurikulum memang sudah sangat disadari dalam sistem
pendidikan nasional. Ini dikarenakan kurikulum merupakan alat yang krusial
dalam merealisasikan program pendidikan, baik formal maupun nonformal, sehingga
gambaran sistem pendidikan dapat terlihat jelas dalam kurikulum tersebut.
Dengan kata lain sistem kurikulum pada hakikatnya adalah sistem pendidikan itu
sendiri.
Sejalan
dengan tuntunan zaman, perkembangan masyarakat, serta kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, dunia pendidikan sudah menginjakan kakinya ke dalam dunia
inovasi. Inovasi dapat berjalan dan mencapai sasarannya, jika program
pendidikan tersebut direncanakan dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan
tuntunan zaman.
Hubungan
antara pendidikan dan kurikulum adalah hubungan antara tujuan da nisi
pendidikan. Suatu tujuan baru akan tercapai bila isi pendidikan tepat dan
relevan dengan tujuan tersebut. dengan kata lain bahwa isi yang tepat atau
kurikulum yang sesuai yang akan mengantarkan ke arkea rahapai tujuan
pendidikan.
Tentu bahwa
tujuan kurikulum pendidikan agama Islam adalah membentuk manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Allah SWT disertai dengan akhlaqul Karimah yang agung,
sehingga akan terlahir generasi yang paripurna.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, Sofan, dan Ahmadi, Iif
Khoiru, Konstruksi Pengembangan Pembelajaran; Pengaruhnya Terhadap
Mekanisme dan Praktik Kurikulum, (Jakarta : PT. Prestasi Pustaka Publisher,
2010).
Ahmad, Dkk, Pengembangan
Kurikulum, (Bandung : PT. Pustaka Setia, 1998).
E. Mulyasa, Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006).
Hamalik, Oemar , Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007).
------------------------- Manajemen
Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006).
Himpunan Peraturan
Perundang-undangan, Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005, (Bandung : PT. Fokus Media, 2005).
Langgulung, Hasan, Asas-asas
Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Pustaka al-Husna, 1988).
------------------------- Pendidikan
dan Peradaban Islam, (Jakarta : PT. Pustaka al-Husna).
Muhaimin, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi,
(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005).
Muslihah, Eneng, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Diadit Media, 2010).
Muhain dan Mujib, Abdul, Pemikiran
Pendidikan Islam; Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya,
(Bandung : PT. Trigenda Karya, 1993).
Ramayulis, Ilmu Pendidikan
Islam, (Jakarta : PT. Kalam Mulia, 2004).
Syaodih, Nana, Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum; Teori dan Praktek, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006).
[1]
. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum,; Teori dan
Praktek, (Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hal. v
[2]
. Sofan Amri, dan Iif Khoiru Ahmadi, Konstruksi Pengembangan
Pembelajaran; Pengaruhnya Terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum, (Jakarta : PT. Prestasi Pustaka
Publisher, 2010), hal. 61-62
[3]
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2005), hal. 1
[4] M. Ahmad, Dkk, Pengembangan Kurikulum,
(Bandung : PT. Pustaka Setia, 1998), hal, 9
[5] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta
: PT. Kalam Mulia, 2004), hal. 128
[6]
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Op-Cit, hal, 1
[7] E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 46.
[8]
Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
2007), hal. 3.
[11]
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Op-Cit, hal. 2
[12]
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
2006), hal. 91.
[13]
.Muhain dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian
Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, (Bandung : PT. Trigenda Karya,
1993), hal. 185
[14]
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Pustaka al-Husna,
1988), hal. 303.
[17] Contoh, tasrif, teladan, pedoman; dipakai untuk
menunjukan gugusan sistem pemikiran; bentuk kasus dan pola pemecahannya. Pius A
Partanto, M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : PT. Arkola,
[18]
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Op-Cit, hal. 10-11.
[20] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum,; Teori dan Praktek, Op-Cit, hal. 155
[21]
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Op-Cit, hal. 12-13.
[22] Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Standar
Nasional Pendidikan, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, (Bandung : PT.
Fokus Media, 2005), hal. 98.
[25] Al-Quran
dan terjemah,kementrian agama epublik indonesia